Obrolan – Mabes Polri diminta untuk membuka secara transparan proses sidang kode etik terhadap eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS).
Sidang kode etik yang dijadwalkan berlangsung pada Senin, 17 Maret 2025, ini diharapkan dapat diselenggarakan secara terbuka kepada publik.
Permintaan transparansi ini disampaikan oleh aktivis perempuan dan anak dari NTT, Sarah Lery Mboeik. Dia menegaskan pentingnya agar proses sidang ini dilakukan dengan seterang-terangnya untuk menghindari praktek-praktek yang merugikan publik.
“Saya berharap sidang etik ini dibuka dengan jelas kepada publik dan tidak ada lagi yang disembunyikan,” ungkap Sarah dalam keterangannya dikutio dari CNN Indonesia, Senin (17/3/2025).
Sarah menyatakan bahwa kasus yang melibatkan eks Kapolres Ngada ini sudah menjadi perhatian internasional. Dugaan tindak pidana yang terlibat mencakup perdagangan orang (TPPO), pedofilia, dan narkoba.
Oleh karena itu, meskipun proses sidang etik harus melindungi identitas korban, dia mendesak agar sidang tersebut dilakukan secara terbuka demi memberikan kejelasan kepada masyarakat.
Kasus ini telah menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proses hukum di tingkat kepolisian, sehingga transparansi dalam proses sidang etik menjadi langkah yang penting.
“Kami khawatir akan adanya perlindungan terhadap pelaku karena solidaritas korps. Ini adalah kesempatan bagi Polri untuk menunjukkan komitmennya terhadap keadilan,” tambah Sarah.
Dampak Perbutan AKBP Fajar Terhadap Korban
Direktur Rumah Perempuan NTT, Libby Sinlaeloe, juga mengungkapkan kekhawatirannya tentang dampak perbuatan AKBP Fajar terhadap korban, terutama anak-anak.
Dia menjelaskan bahwa anak-anak korban kekerasan seksual sering mengalami trauma yang mendalam, yang dapat mempengaruhi perkembangan mereka dalam belajar dan berinteraksi sosial.
“Dampak dari kekerasan seksual ini sangat besar, dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum turut dipertaruhkan,” ujar Libby.
Libby juga mendesak agar sidang etik dilakukan secara transparan, khususnya dalam pembacaan putusan. Meskipun sidang etik dapat berlangsung tertutup, dia menekankan pentingnya untuk membuka pembacaan putusan kepada publik agar memberikan rasa keadilan kepada korban dan masyarakat.
Dalam hal ini, Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian mengatur bahwa sidang etik dapat diselenggarakan tertutup atau terbuka, tergantung pada keputusan Ketua KKEP.
Namun, Libby berharap putusan akhir dapat diumumkan kepada publik untuk menghindari kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap proses tersebut.
AKBP Fajar ditangkap oleh tim gabungan Divisi Propam Polri dan Propam Polda NTT pada 20 Februari 2025. Ia diduga terlibat dalam kasus asusila dan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu wanita dewasa. Selain itu, ia juga dinyatakan positif menggunakan narkoba setelah tes urine yang dilakukan oleh Propam Polri.
Polisi Australia, melalui Federal Police, terlibat dalam penyelidikan ini setelah menemukan video kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar di situs luar negeri. Polisi Australia pun langsung berkoordinasi dengan pihak Indonesia untuk mengungkap kasus ini.
Fajar kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicopot dari jabatannya setelah Kapolri mengeluarkan surat telegram mutasi pada 12 Maret 2025.