Obrolan.ID – Keberadaan personel TNI jaga Kejaksaan di berbagai wilayah Indonesia menuai perhatian publik dan langsung mendapat klarifikasi dari Kejaksaan Agung.
Melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Harli Siregar, Kejagung menegaskan bahwa penempatan aparat TNI bukan merupakan reaksi terhadap ancaman, melainkan bentuk kesiapsiagaan menghadapi potensi gangguan terhadap aparat penegak hukum.
“Ini bagian dari langkah preventif. Dalam rangka mencegah hal-hal yang tidak diharapkan, tentu dibutuhkan sistem pengamanan yang lebih maksimal,” ujar Harli saat memberikan keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa salah satu alasan penguatan pengamanan adalah kemungkinan adanya intimidasi terhadap jaksa saat menangani perkara.
Selama ini, kata Harli, pengamanan hanya berfokus di kantor kejaksaan, padahal mobilitas jaksa dalam menjalankan tugas cukup tinggi.
“Fokus pengamanan sekarang masih di gedung. Padahal jaksa itu sering kali harus turun ke lapangan,” jelasnya.
Dalam konteks ini, penugasan TNI jaga Kejaksaan juga mencakup pengamanan terhadap proses-proses hukum, seperti penggeledahan dan penyitaan.
Harli menambahkan bahwa tindakan pengamanan bisa diambil jika terdapat indikasi ancaman terhadap penyidik saat menjalankan tugas.
“Contohnya ketika dilakukan penyitaan atau penggeledahan di lokasi yang berpotensi tidak kondusif, maka dibutuhkan pengamanan ekstra,” ujarnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pengerahan TNI dilakukan secara proporsional dan berdasarkan kebutuhan yang jelas.
“Tidak serta-merta hadir seperti suasana genting. Tugas mereka hanya mendukung pelaksanaan penegakan hukum,” tambah Harli.
Koordinasi TNI, Polri, dan Kejaksaan Tetap Solid
Terkait dengan isu pengamanan oleh TNI, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa hubungan antara Kepolisian dan Kejaksaan tetap terjalin dengan baik. Menurutnya, koordinasi antara kedua lembaga terus berjalan secara efektif di semua tingkatan.
“Saya dan Jaksa Agung rutin berkomunikasi, begitu juga para Kapolda dan Kajati, serta Kapolres dengan Kajari di daerah,” kata Sigit di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, pada Kamis, 15 Mei 2025.
Ia menambahkan, selama koordinasi dan kolaborasi dilakukan untuk memperkuat penegakan hukum, maka hal tersebut merupakan langkah yang positif.
Sementara itu, hubungan antara TNI dan Polri juga disebutnya semakin solid. Kolaborasi antar-institusi ini terus diperkuat dalam berbagai tugas, mulai dari penanganan bencana hingga pelatihan bersama.
“Kita bekerja sama di banyak sektor. Misalnya dalam program swasembada pangan, hingga penanggulangan bencana alam. Pelatihan bersama juga terus dilaksanakan,” terang Sigit.
Langkah penugasan TNI jaga Kejaksaan ini berasal dari Surat Telegram Panglima TNI Nomor TR/422/2025 yang berisi instruksi penyediaan dan pengerahan personel serta perlengkapan untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
Instruksi tersebut segera ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) melalui Surat Telegram Kilat Nomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.
Dalam surat itu, Kasad memerintahkan pengerahan 30 personel untuk tiap Kejaksaan Tinggi dan 10 personel untuk Kejaksaan Negeri, lengkap dengan alat perlengkapannya dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur.
Namun, keputusan ini juga memicu perdebatan publik. Sejumlah kalangan menilai pentingnya batas yang jelas antara fungsi militer dan sipil, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam sistem hukum nasional.
Dalam merespons hal itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, menyatakan bahwa dukungan TNI diberikan hanya berdasarkan permintaan resmi dan disesuaikan dengan kebutuhan riil.
“Semua dikerjakan secara terukur dan profesional. TNI selalu menjunjung tinggi prinsip netralitas, sinergi lintas lembaga, dan sesuai aturan hukum yang berlaku,” tegas Kristomei.
Penugasan TNI jaga Kejaksaan ini dipastikan bukan bentuk intervensi militer terhadap institusi sipil, melainkan upaya sinergis untuk menciptakan ruang hukum yang aman, terutama dalam menangani kasus-kasus berisiko tinggi.