Obrolan.id – Polda Metro Jaya kini tengah menyelidiki laporan dugaan penipuan investasi bodong yang melibatkan Hengky Setiawan, Ricky Lim, dan Willy Setiawan, yang dikenal sebagai “crazy rich” dan juga sebagai “Raja Voucher.” Kasus ini diduga merugikan korban dengan jumlah mencapai Rp3,2 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, membenarkan adanya penyelidikan terkait perkara ini. Penyelidikan tersebut dimulai setelah adanya laporan yang teregistrasi dengan nomor LP/B/963/II/2025/SPKT/Polda Metro Jaya, yang diterima pada 10 Februari 2025. Laporan ini disampaikan oleh Sayidito Hatta, kuasa hukum dari tujuh korban yang melapor.
“Kami tengah menginvestigasi untuk menentukan apakah ada tindak pidana yang terjadi,” ujar Kombes Ade Safri, Rabu (19/3/2025). Penyidikan ini tengah ditangani oleh Kasubdit IV Tipidter Dirreskrimsus Polda Metro Jaya. Laporan ini mencantumkan tiga terlapor yang diduga terlibat dalam tindakan penipuan, penggelapan, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dugaan penipuan ini terjadi pada periode 2018 hingga 2020 di Taman Sari, Jakarta Barat. Adapun pasal yang disangkakan antara lain Pasal 46 UU Perbankan, Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 3, 4, 5 UU TPPU, yang dapat dikenakan pidana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kronologi Kasus Investasi Bodong
Kasus ini berawal dari PT Upaya Cipta Sejahtera (PT UCS), yang sahamnya dimiliki oleh Hengky Setiawan dan adiknya, Welly Setiawan. Mereka juga memiliki aset berupa saham PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk sebanyak 37%, atau sekitar 2,7 miliar lembar saham, yang pada tahun 2018 digadaikan ke Bank Sinar Mas. Hengky Setiawan menjabat sebagai Direktur Utama PT UCS, sedangkan Welly Setiawan sebagai Komisaris.
Pada tahun 2019 hingga 2020, PT UCS mulai menerbitkan bilyet investasi dengan menggunakan saham PT Tiphone sebagai jaminan. Namun, kegiatan ini tidak memiliki izin dari OJK, dan saham yang dijadikan jaminan sudah digadaikan sebelumnya. PT UCS menawarkan investasi kepada masyarakat dengan imbal hasil yang tinggi, sehingga banyak orang tertarik untuk berinvestasi.
Lebih dari 300 orang yang menjadi nasabah PT UCS, dengan total kerugian yang diperkirakan mencapai Rp362 miliar. Namun, ketika PT UCS kesulitan untuk mengembalikan dana kepada para investor tepat waktu, para investor mulai datang untuk menagih uang mereka. Sebagai upaya menghindari tanggung jawab, PT UCS kemudian mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), yang akhirnya berujung pada kebangkrutan perusahaan.
Ironisnya, sebagian besar korban dalam kasus ini adalah pensiunan atau orang tua yang mempercayakan dana pensiun mereka untuk diinvestasikan, namun malah menjadi korban penipuan investasi bodong.
Laporan Terkait Kasus Ini
Sejak kasus ini mencuat, sudah ada dua laporan yang tercatat di Polda Metro Jaya. Laporan pertama tercatat pada 28 Juni 2024 dengan nomor LP/B/3614/IV/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, yang dilaporkan oleh Agung Pratama Putra dan ditangani oleh Dirreskrimsus, Kasubdit II Ekonomi Perbankan. Laporan kedua muncul pada 10 Februari 2025 dengan nomor STTLP/B/963/II/2025/SPKT/Polda Metro Jaya, yang dilaporkan oleh Sayidito Hatta dan sedang ditangani oleh Kasubdit IV Tipidter.
Kasus penipuan investasi bodong ini semakin menarik perhatian publik dan terus bergulir dalam proses hukum. Polda Metro Jaya berjanji akan terus menyelidiki dan mengambil langkah hukum yang tepat bagi para pelaku penipuan ini, serta memberikan keadilan bagi para korban.
Proses Hukum yang Masih Berlanjut
Para korban berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan transparan dan memadai, untuk memastikan bahwa mereka yang terlibat dalam penipuan ini mendapat hukuman yang setimpal. Pihak berwenang juga diminta untuk lebih waspada dalam mengawasi praktik-praktik investasi ilegal yang dapat merugikan masyarakat.
Penyelidikan ini menjadi sorotan karena melibatkan pihak-pihak yang memiliki reputasi di dunia bisnis, dan masyarakat berharap agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan memberikan efek jera bagi pihak yang terlibat dalam investasi bodong yang merugikan banyak orang.
Sumber: tvonenews