Perang Dagang Memanas, Trump Berniat Turunkan Tarif Impor Barang dari China

Avatar photo
Perang Dagang, Donald Trump dan China

Obrolan.ID – Dalam langkah mengejutkan di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, Presiden AS Donald Trump memberi sinyal akan menurunkan tarif impor terhadap sejumlah barang asal Negeri Tirai Bambu.

Langkah ini disebut sebagai upaya meredakan tensi ekonomi yang kembali meningkat di masa jelang pemilu.

Trump, melalui platform media sosial miliknya, Truth Social, menyatakan bahwa tarif impor dari China kemungkinan akan diturunkan dari angka sebelumnya yang mencapai total 245% untuk berbagai komoditas.

Ia bahkan menyebut angka baru yang dianggap lebih “masuk akal” adalah 80%, jauh di bawah kebijakan sebelumnya yang sempat memicu eskalasi ketegangan bilateral.

Dalam unggahan lainnya, Trump menambahkan bahwa Amerika Serikat mendesak China untuk lebih membuka akses pasarnya.

“Pasar tertutup sudah tidak efektif. China harus membuka pasarnya bagi AS. Itu akan baik juga untuk mereka,” tulisnya, seperti dikutip dari AFP pada Jumat (9/5/2025).

Rencana perundingan lanjutan antara kedua negara akan dilaksanakan akhir pekan ini. Trump menyerahkan mandat negosiasi kepada Menteri Keuangan AS yang baru, Scott Bessent, yang dijadwalkan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng di Jenewa, Swiss.

“Terserah Scott B,” tulis Trump singkat, memberi kepercayaan penuh kepada utusannya dalam perundingan penting ini.

Sementara itu, data terbaru dari otoritas China menunjukkan adanya lonjakan ekspor global sebesar 8,1% pada April lalu, sebuah pertumbuhan yang melampaui ekspektasi pasar.

Namun, di sisi lain, ekspor ke Amerika Serikat mengalami penurunan drastis sebesar 17,6%, mengindikasikan dampak nyata dari perang dagang yang sedang berlangsung.

Menurut analisis dari SPI Asset Management, China secara aktif mengalihkan alur perdagangan dan produksi ke wilayah Asia Tenggara guna menghindari tekanan tarif tinggi dari Amerika Serikat.

“Rantai pasokan global sedang diatur ulang secara real-time,” ujar analis senior Stephen Innes.

Ia menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur besar kini mencari jalur ekspor alternatif yang lebih menguntungkan dan bebas dari hambatan tarif tinggi.

Terkait hal ini, laporan dari Newsweek menyebutkan bahwa sejumlah eksportir China mulai memanfaatkan celah hukum untuk menghindari tarif tinggi dari AS.

Dalam unggahan yang beredar di media sosial China, sejumlah broker logistik menawarkan layanan “pencucian asal barang” kepada para eksportir.

Praktik ini melibatkan pengiriman barang melalui negara ketiga—khususnya Malaysia—untuk menghindari label “buatan China” yang dikenai bea tinggi.

Malaysia kini menjadi rute transit utama untuk mengelabui sistem tarif, lantaran negara tersebut hanya dikenai bea masuk sebesar 24%—jauh lebih rendah dibandingkan 245% terhadap produk langsung dari China.

Selama masa jeda tarif selama 90 hari yang diumumkan oleh Trump, tarif dasar untuk negara selain China pun diturunkan ke angka 10%, membuat rute ini semakin menarik bagi pelaku industri.

Mengutip Financial Times, sebuah akun bernama “Ruby-Third Country Transshipment” bahkan mengiklankan jasa ini secara terang-terangan, dengan menyatakan, “Transit melalui Malaysia untuk mengubah barang China menjadi produk Asia Tenggara!”

Hal ini menunjukkan betapa kreatifnya pelaku industri dalam mengatasi kebijakan tarif AS selama periode perang dagang ini berlangsung.

Dengan wacana penurunan tarif dari Trump, dunia menanti apakah ini akan menjadi titik balik dari konflik ekonomi berkepanjangan antara dua kekuatan besar dunia, atau hanya manuver politik menjelang pemilihan umum mendatang.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi. Bila ingin mengutip silahkan menggunakan link aktif mengarah pada domain Obrolan.id.