Obrolan – Pemerintah tetapkan pembatasan truk Lebaran 2025. Simak aturan, jadwal, dan dampaknya bagi dunia usaha, ekspor-impor, serta sektor transportasi.
Untuk mendukung kelancaran arus mudik Lebaran 2025, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai pembatasan operasional truk.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat yang sedang melakukan perjalanan mudik, sekaligus mengurangi potensi kemacetan dan kecelakaan di jalan.
Aturan Pembatasan Truk Lebaran 2025
Pemerintah melalui SKB yang melibatkan beberapa instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Korlantas Polri, dan Direktorat Jenderal Bina Marga, mengatur pembatasan operasional truk angkutan barang selama masa mudik Lebaran 2025.
Kebijakan ini berlaku mulai 24 Maret hingga 8 April 2025, dengan tujuan untuk memastikan kelancaran arus lalu lintas selama periode tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, Budi Rahardjo, menyatakan bahwa pembatasan truk ini bertujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran perjalanan mudik.
“Pembatasan ini penting untuk mengoptimalkan pengaturan lalu lintas angkutan jalan dan penyeberangan selama arus mudik dan arus balik Lebaran 2025,” ungkap Budi.
Namun, tidak semua kendaraan angkutan barang akan terpengaruh oleh kebijakan ini. Beberapa jenis kendaraan, seperti truk pengangkut bahan bakar minyak (BBM), gas (BBG), uang, hewan, pakan ternak, serta pupuk, akan dikecualikan dari pembatasan ini.
Selain itu, kendaraan yang digunakan untuk penanganan bencana alam, sepeda motor mudik gratis, dan pengangkut barang pokok juga akan tetap diizinkan beroperasi.
Pembatasan Truk Lebaran 2025 dengan Sumbu Tiga atau Lebih
Pembatasan utama difokuskan pada truk angkutan barang dengan sumbu tiga atau lebih, truk yang menggunakan kereta tempelan atau gandengan, serta kendaraan yang mengangkut hasil tambang, galian, dan bahan bangunan.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas dan memastikan perjalanan mudik yang lebih aman bagi masyarakat.
Kebijakan pembatasan ini juga akan berlaku di jalan tol dan non-tol di seluruh Indonesia, dengan durasi mulai Senin, 24 Maret 2025, pukul 00.00 WIB hingga Selasa, 8 April 2025, pukul 24.00 WIB.
Reaksi Dunia Usaha Terhadap Pembatasan Truk Lebaran 2025
Meski bertujuan baik, kebijakan pembatasan truk Lebaran 2025 ini menuai protes dari berbagai kalangan dunia usaha, khususnya di Provinsi Jawa Timur.
Beberapa pelaku usaha yang bergantung pada distribusi barang melalui Pelabuhan Tanjung Perak mengkhawatirkan dampak negatif dari kebijakan ini terhadap kegiatan ekspor-impor.
Adik Dwi Putranto, Ketua Umum Kadin Jatim, menyatakan bahwa kebijakan ini dapat mengganggu target pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang diperkirakan berada di kisaran 5-6 persen pada tahun 2025.
“Pembatasan operasional truk dapat menghambat kelancaran pengiriman barang dan mengakibatkan peningkatan biaya, terutama demurrage, yang akan merugikan pengusaha dan pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Kody Lamahayu Fredy, Ketua Organisasi Angkutan Darat Khusus Tanjung Perak, menganggap pembatasan selama 16 hari terlalu lama.
“Sebaiknya pembatasan hanya berlaku pada H-3 hingga H+1 Lebaran, yang sudah menjadi kebiasaan. Libur panjang ini justru dapat mengganggu kelancaran ekspor-impor,” tambah Kody.
Dampak Terhadap Distribusi Ekspor-Impor dan Transportasi Laut
Dampak pembatasan truk lebaran 2025 juga dirasakan oleh sektor transportasi laut. Isdarmawan Asrikan, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, menegaskan bahwa penghentian angkutan barang darat selama 16 hari akan mengganggu distribusi barang ekspor-impor.
“Kegiatan produksi dan pengiriman barang akan terhambat, yang berujung pada peningkatan biaya pengiriman,” ujarnya.
Steven H. Lesawengan, Ketua Indonesia National Shipowners Association (INSA) Surabaya, mengingatkan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak dan Gresik setiap harinya melayani sekitar 120 kapal.
Pembatasan operasional truk selama dua minggu akan semakin memperburuk keadaan, menyebabkan kerugian pada sektor transportasi laut.
Perlunya Evaluasi dan Penyesuaian Kebijakan
Sebastian Wibisono, Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jatim, menyayangkan kurangnya kajian mendalam terhadap kebijakan SKB tersebut.
“Kebijakan ini terlihat kurang memperhatikan dampak pada sektor logistik dan industri, khususnya di daerah dengan arus distribusi barang yang tinggi,” jelas Wibi.
Wibi juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penerapan diskresi atau penyesuaian kebijakan berdasarkan kondisi lapangan di setiap daerah.
“Tidak semua daerah memiliki karakteristik yang sama, jadi kebijakan ini perlu disesuaikan agar lebih efektif dan tidak merugikan pihak-pihak terkait,” ungkapnya.
Kesimpulan
Pembatasan truk Lebaran 2025 memang bertujuan untuk menjaga kelancaran arus mudik dan memastikan keselamatan masyarakat. Namun, kebijakan ini harus dievaluasi lebih lanjut agar tidak berdampak negatif terhadap sektor-sektor vital seperti ekspor-impor dan transportasi laut. Para pelaku usaha dan asosiasi terkait berharap ada penyesuaian kebijakan yang lebih tepat agar ekonomi tetap berjalan lancar selama masa mudik Lebaran.