Obrolan.ID – Insiden penembakan oleh militer Israel terhadap rombongan diplomat asing di wilayah Tepi Barat memicu kecaman global.
Peristiwa tersebut terjadi pada Rabu, saat para diplomat tengah melakukan kunjungan ke wilayah Palestina yang berada di bawah pendudukan Israel.
Tindakan pasukan Zionis tersebut memantik kemarahan dari berbagai negara, organisasi internasional, serta lembaga hak asasi manusia.
Menurut pernyataan resmi, militer Israel berdalih bahwa tembakan yang dilepaskan adalah bentuk “peringatan” setelah konvoi dianggap memasuki area yang dilarang.
Meski begitu, insiden itu tetap menuai kritik tajam karena menyasar delegasi asing yang menjalankan misi kemanusiaan dan diplomatik.
Pihak Otoritas Palestina mengecam keras kejadian tersebut dan menuding bahwa tindakan itu dilakukan dengan sengaja.
Dalam sebuah rekaman yang dirilis oleh AFP, terdengar suara tembakan saat rombongan diplomat dan wartawan yang mendampingi mereka berlari menyelamatkan diri di dekat kota Jenin, wilayah yang kerap menjadi target operasi militer Israel.
Seorang diplomat dari Eropa mengatakan bahwa kunjungan tersebut bertujuan menilai kerusakan akibat serangan Israel sejak pecahnya konflik Gaza pada Oktober 2023.
Sementara itu, militer Israel mengklaim bahwa rombongan telah keluar dari rute yang disetujui dan memasuki area yang sedang diberlakukan pembatasan akses.
“Tembakan peringatan dilepaskan untuk mengarahkan mereka kembali ke jalur aman,” ungkap perwakilan militer, seraya menegaskan tidak ada korban luka dan menyatakan penyesalan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, menyampaikan bahwa serangan terhadap rombongan diplomat tidak bisa diterima dalam kondisi apa pun.
“Diplomat yang sedang menjalankan tugasnya tidak boleh menjadi target, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keselamatan mereka harus dijamin,” tegas Dujarric, dikutip oleh The New Arab pada Kamis (22/5/2025).
Kemarahan atas insiden itu pun datang dari berbagai penjuru dunia. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menuntut Israel agar mengusut insiden tersebut secara menyeluruh dan meminta pertanggungjawaban dari pihak yang terlibat.
Negara-negara seperti Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Uruguay, dan Belgia telah memanggil duta besar Israel atau berencana membahas isu tersebut secara resmi.
Turki dan Mesir termasuk di antara negara yang mengecam keras kejadian ini. Pemerintah Turki mendesak penyelidikan cepat dan menyeluruh terhadap penembakan, menyebutnya sebagai pelanggaran norma-norma diplomatik yang fundamental.
“Serangan seperti ini harus segera diselidiki, dan para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban,” ujar Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataan resminya.
Ahmad al-Deek, penasihat politik untuk Kementerian Luar Negeri Palestina yang ikut mendampingi delegasi, menggambarkan tindakan tersebut sebagai kebrutalan militer yang memperlihatkan kenyataan pahit yang dialami rakyat Palestina.
“Para diplomat kini telah menyaksikan sendiri kehidupan yang dijalani warga Palestina setiap hari,” ujarnya.
Media lokal Palestina, Wafa, melaporkan bahwa delegasi tersebut terdiri dari perwakilan lebih dari 20 negara, termasuk Inggris, Prancis, Mesir, Yordania, China, Turki, dan Rusia.
Kejadian ini terjadi di tengah meningkatnya keprihatinan global terhadap kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza. Selama dua bulan terakhir, wilayah tersebut berada dalam blokade ketat, menyulitkan pengiriman bantuan.
Setelah tekanan internasional, Israel mulai melonggarkan blokade pada pekan ini, meskipun serangan militer terus berlanjut. Pemerintah Israel menegaskan bahwa operasi militer akan terus dilancarkan hingga Hamas dilenyapkan dari Gaza.
Akibat serangan bertubi-tubi yang dilakukan sejak pertengahan Maret, jumlah korban terus bertambah. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat bahwa hingga Selasa, 3.509 orang telah tewas hanya sejak 18 Maret. Secara keseluruhan, konflik ini telah merenggut lebih dari 53.600 jiwa sejak awal pecahnya perang.
Menanggapi situasi yang memburuk, sejumlah negara mulai mengambil langkah politik. Uni Eropa sedang mempertimbangkan ulang hubungan kerja sama dengan Israel. Swedia bahkan mengusulkan pemberian sanksi terhadap sejumlah pejabat Israel.
Inggris telah menghentikan negosiasi perdagangan bebas dan memanggil duta besar Israel untuk menyampaikan protes resmi.
Paus Leo XIV pun turut angkat suara. Ia menyebut kondisi di Gaza sebagai krisis yang “menyedihkan dan sangat memprihatinkan”, seraya menyerukan dibukanya akses bantuan kemanusiaan secara penuh ke wilayah tersebut.
Dengan meningkatnya tekanan global, tindakan terbaru militer Israel terhadap rombongan diplomat asing ini dinilai hanya memperkeruh citra Israel di mata dunia internasional.
Banyak pihak kini menuntut akuntabilitas, bukan hanya atas insiden penembakan di Tepi Barat, tetapi juga terhadap seluruh operasi militer yang berdampak besar pada warga sipil.