Libur Panjang, Wisatawan Padati Pemukiman Suku Badui di Banten

favicon
Wisatawan Padati Pemukiman Suku Badui di Banten

Obrolan.ID – Libur panjang dalam rangka peringatan Kenaikan Isa Almasih 2025 dan akhir pekan dimanfaatkan wisatawan untuk mengunjungi pemukiman suku Badui di Kabupaten Lebak, Banten.

Ribuan pengunjung dari berbagai daerah seperti Banten, Jawa Barat, hingga DKI Jakarta memadati kawasan adat yang masih mempertahankan tradisi leluhur tersebut.

Sekretaris Desa Kanekes, Medi, mengungkapkan bahwa pada Kamis (25/5), jumlah pengunjung yang datang untuk kegiatan saba budaya Badui mencapai sekitar 1.200 orang.

“Untuk hari ini, pendataan belum kami lakukan, tapi antusiasme masih tinggi,” ujar Medi saat dihubungi dari Rangkasbitung, Jumat (30/5/2025).

Selama libur panjang ini, wisatawan memilih menikmati suasana alami dan budaya masyarakat adat dengan cara berjalan kaki menelusuri jalur hutan, perbukitan, dan pegunungan yang mengelilingi pemukiman suku Badui.

Perjalanan mereka dimulai dari Kampung Kadu Ketug Ciboleger menuju jembatan Gajeboh sejauh sekitar 2,5 kilometer.

Beberapa pengunjung yang ingin menjelajahi lebih dalam bahkan menempuh perjalanan hingga ke Badui Dalam, yang jaraknya kurang lebih 30 kilometer dan memakan waktu tempuh sekitar lima jam berjalan kaki.

Medi menegaskan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan selama berkunjung. “Kami minta para pengunjung agar tidak membuang sampah sembarangan dan mematuhi aturan adat yang berlaku,” katanya.

Masyarakat Badui yang terdiri dari sekitar 16.500 kepala keluarga di 68 kampung masih sangat menjaga nilai-nilai tradisional dalam perlindungan hutan dan alam sekitar mereka.

Pelestarian hutan bukan hanya bagian dari kearifan lokal, tetapi juga merupakan kewajiban spiritual yang diwariskan oleh leluhur.

Eksploitasi seperti penambangan liar maupun penebangan pohon dianggap dapat mengundang bencana alam dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, warga Badui selalu menolak aktivitas merusak hutan.

Medi juga mengimbau agar pengunjung tidak memangkas tumbuhan sembarangan maupun berenang di Sungai Ciujung yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat.

Hal ini demi menjaga kemurnian alam di pemukiman suku Badui yang menjadi daya tarik utama wisata budaya.

Salah satu pengunjung dari Tangerang, Sudarmono (45), datang bersama keluarganya untuk menyusuri jalur menuju jembatan Gajeboh yang membentang sepanjang 10 meter.

Meskipun jembatan ini dibangun dari tali pohon aren tanpa paku dan baja, kekokohannya tetap bisa menahan beban puluhan orang.

“Selain untuk berolahraga, kami juga ingin bersilaturahmi dan melihat langsung kehidupan masyarakat adat di sini. Suasananya damai dan menyegarkan,” ujar Sudarmono, dikutip dari inilah.

Kawasan pemukiman suku Badui memang menjadi destinasi unggulan bagi wisatawan yang ingin merasakan kehidupan tanpa sentuhan teknologi modern.

Mereka dapat belajar langsung dari gaya hidup yang sederhana namun penuh filosofi keberlanjutan dan harmoni dengan alam.

Meskipun akses menuju lokasi cukup menantang, hal itu tidak menyurutkan minat masyarakat untuk berkunjung.

Aktivitas berjalan kaki yang menguras tenaga justru dianggap sebagai bagian dari pengalaman budaya yang autentik dan menyehatkan.

Dengan meningkatnya jumlah pengunjung ke pemukiman suku Badui, harapannya adalah masyarakat dapat lebih menghargai keberagaman budaya Indonesia serta ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup yang menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya bangsa.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi. Bila ingin mengutip silahkan menggunakan link aktif mengarah pada domain Obrolan.id.