Obrolan.id – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memerintahkan serangan udara ke Lebanon selatan setelah tiga roket ditembakkan ke wilayah utara Israel pada Sabtu (22/3/2025).
Serangan udara ini mengakibatkan tujuh orang tewas dan lebih dari selusin lainnya terluka. Hizbullah, yang sejak lama menjadi kekuatan utama di Lebanon selatan, membantah keterlibatannya dalam serangan roket tersebut.
Terkait situasi ini, Menteri Keuangan Lebanon, Yassin Jaber, mendesak Israel untuk memberikan kesempatan kepada tentara Lebanon untuk dikerahkan ke selatan Lebanon, sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah yang tercapai pada tahun 2024.
Perjanjian tersebut menegaskan bahwa tentara Lebanon akan menjadi satu-satunya kekuatan militer di selatan Sungai Litani, menggantikan posisi Hizbullah yang selama ini mendominasi wilayah tersebut.
Sementara itu, serangan udara Israel memicu kecaman internasional. Kementerian Luar Negeri Prancis mengecam peluncuran roket dari Lebanon ke Israel dan memperingatkan akan dampak eskalasi yang lebih besar.
“Prancis menyerukan agar semua pihak menghormati komitmen perjanjian gencatan senjata yang tercapai pada November 2024, untuk mencegah eskalasi lebih lanjut yang dapat membahayakan stabilitas kawasan,” ujar Kemlu Prancis, seperti yang dilansir oleh AFP.
Prancis, yang turut menjadi sponsor perjanjian gencatan senjata tersebut, juga mengingatkan agar Israel menghentikan serangannya dan pendudukan berkelanjutan di beberapa wilayah Lebanon selatan.
Italia, melalui Menteri Luar Negeri Antonio Tajani, turut menyatakan keprihatinannya terhadap situasi kekerasan yang pecah di Lebanon selatan.
Italia adalah salah satu negara yang menyumbang pasukan terbesar untuk misi perdamaian PBB di Lebanon selatan, UNIFIL, dengan lebih dari 1.000 tentara.
“Semua pihak harus mematuhi komitmen mereka dan menjaga kemajuan yang telah dicapai,” tegas Tajani.
Ia menambahkan, Italia mendukung peran UNIFIL dan keselamatan pasukan yang terlibat dalam menjaga perdamaian di wilayah tersebut.
Eskalasi lebih lanjut, menurut Tajani, akan membawa risiko besar bagi keamanan kawasan secara keseluruhan.