Inong Fitriani, Pemilik Tanah Warisan di Dumai yang Kini Dipenjara

favicon
Benarkah Inong Fitriani Jadi Korban Mafia Tanah Dumai?

Obrolan.ID – Nama Inong Fitriani kini menjadi sorotan publik karena harus menjalani proses hukum dan mendekam di penjara atas tanah warisan.

Warga Kelurahan Bintan, Kecamatan Dumai Kota, Kota Dumai ini dijerat kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah, meski lahan tersebut telah dikuasai keluarganya sejak tahun 1961.

Penetapan Inong Fitriani sebagai tersangka dilakukan oleh Polres Dumai usai laporan yang diajukan oleh Toton Sumali, seorang pengusaha yang mengklaim sebagai pemilik tanah berdasarkan sertifikat hak milik yang terbit pada tahun 2000.

Padahal, keluarga Inong telah mengelola tanah seluas 1.200 meter persegi tersebut selama lebih dari 60 tahun, disertai bukti pembayaran pajak dan dokumen warisan.

Ironisnya, klaim sepihak dari pihak pelapor yang baru muncul lebih dari empat dekade setelah penguasaan lahan oleh keluarga Inong justru menjadi dasar proses pidana.

Sengketa yang seharusnya ditangani secara perdata berubah menjadi perkara pidana, menimbulkan kekhawatiran akan maraknya praktik mafia tanah dan penyalahgunaan wewenang hukum.

“Tanah itu sudah lama menjadi bagian dari keluarga kami. Kami tidak pernah melihat ada klaim lain sampai sertifikat itu tiba-tiba muncul di tahun 2000. Kini kami justru dituduh memalsukan,” ujar Rahmad, anak kandung Inong Fitriani, dengan nada kecewa.

Menurut Rahmad, di atas tanah tersebut keluarganya telah mendirikan beberapa kios yang sejak lama disewakan kepada masyarakat.

Aktivitas ekonomi itu sudah berlangsung sejak lama tanpa ada gangguan atau keberatan dari pihak manapun. Namun, setelah puluhan tahun berlalu, muncul sertifikat milik orang lain yang mengklaim hak atas lahan yang sama.

“Apakah adil jika kami yang sudah tinggal dan mengelola tanah itu sejak lama, tiba-tiba dianggap penjahat karena mempertahankan hak kami? Ini bukan sekadar kriminalisasi, ini pembungkaman,” tambah Rahmad.

Tak hanya ibunya yang kini menjadi tahanan, Rahmad pun turut dilaporkan atas dugaan ujaran kebencian karena mengungkapkan permasalahan ini melalui media sosial.

Langkah hukum beruntun terhadap keluarga korban menimbulkan tanda tanya besar akan integritas sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam penyelesaian konflik agraria.

Keluarga Inong Fitriani berharap Kejaksaan maupun aparat penegak hukum lainnya bisa lebih objektif dalam melihat duduk perkara.

Mereka menuntut proses hukum yang adil dan transparan, serta menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap rakyat kecil yang hanya berusaha mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka.

“Apakah kami harus diam ketika kebenaran diputarbalikkan? Ketika tanah warisan kami diambil, lalu kami dikriminalisasi? Ini menyakitkan,” ujar Rahmad lagi dengan mata berkaca-kaca.

Hingga kini, proses hukum masih berjalan. Matinya keadilan kembali diuji, apakah masih berpihak pada yang lemah, atau sepenuhnya menjadi alat kuasa bagi yang berkepentingan dan berkantong tebal.

“Jika hukum terus tajam ke bawah dan tumpul ke atas, jangan salahkan rakyat jika suatu hari mereka kehilangan kepercayaan,” tutup Rahmad penuh harap.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi. Bila ingin mengutip silahkan menggunakan link aktif mengarah pada domain Obrolan.id.