Obrolan.ID – Jagat maya tengah diramaikan dengan kabar yang menyebut orang Indonesia dijadikan kelinci percobaan Bill Gates dalam uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC).
Isu ini memicu polemik dan kekhawatiran di kalangan warganet. Topik tersebut bermula dari perbincangan di media sosial yang mempertanyakan kehadiran vaksin TBC hasil kolaborasi organisasi filantropi Bill & Melinda Gates Foundation dengan sejumlah institusi penelitian.
Kekhawatiran masyarakat mencuat karena Indonesia dijadikan tahapan uji coba vaksin tersebut.
Menanggapi isu yang berkembang, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, menegaskan bahwa Indonesia bukan menjadi objek eksperimen semata.
Ia menyebut narasi yang menyebut rakyat dijadikan kelinci percobaan Bill Gates sengaja disebarkan untuk menimbulkan ketakutan dan keraguan terhadap program vaksinasi.
“Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat bahwa ini bukan eksperimen semena-mena. Prosesnya ilmiah dan berstandar global, bukan sembarangan,” kata Budi dalam keterangan resminya pada Sabtu (10/5).
Budi menjelaskan, vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis fase 3 di Indonesia adalah hasil riset panjang oleh para ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran.
Uji coba telah melibatkan lebih dari 2.000 sukarelawan sejak akhir tahun 2024, dengan pengawasan ketat.
“Setiap vaksin harus melewati tiga fase uji klinis. Fase pertama untuk memastikan keamanannya, dan itu sudah lolos. Sekarang kita di fase ketiga, untuk melihat sejauh mana efektivitasnya,” terang Budi.
Ia menambahkan bahwa tudingan dan informasi palsu soal vaksin harus dilawan dengan edukasi dan fakta ilmiah.
Budi juga mengingatkan bagaimana vaksin berhasil menjadi alat utama dalam melawan pandemi COVID-19.
“Wabah itu bisa kita tekan bukan karena obat, tapi karena vaksin. Vaksin menyelamatkan jutaan jiwa,” tegasnya.
Menanggapi kekhawatiran bahwa vaksin bisa tidak cocok secara genetik dengan penduduk Indonesia, Budi mengatakan bahwa alasan utama Indonesia ikut dalam uji klinis adalah justru untuk memastikan vaksin sesuai dengan kondisi masyarakat lokal.
“Kita pernah kecolongan di vaksin malaria. Itu tidak efektif karena dikembangkan untuk populasi Afrika. Jadi sekarang kita ingin terlibat sejak awal,” ungkapnya.
Sementara itu, peneliti utama vaksin TBC di Indonesia, dr. Erlina Burhan, menjelaskan bahwa uji klinis vaksin TBC ini dilakukan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di empat negara lain dengan angka TBC tinggi yaitu Afrika Selatan, Kenya, Malawi, dan Zambia.
“Total ada lima negara yang ikut serta, dengan sekitar 20.000 peserta secara global, termasuk kelompok rentan seperti penderita HIV,” ujar Erlina.
Ia menyebut bahwa sejak uji coba dimulai pada September 2024, belum ditemukan efek samping serius. “Sejauh ini masih aman. Tapi hasil akhir belum bisa disimpulkan karena proses masih berlangsung,” katanya.
Kehadiran vaksin ini memicu pro dan kontra. Tak sedikit pengguna media sosial yang mempertanyakan keamanan dan motif di balik uji coba tersebut, terutama karena keterlibatan tokoh global seperti Bill Gates.
“Kalau ada efek samping yang serius, siapa yang akan bertanggung jawab?” tulis akun X @delf**.
“Apa bedanya dengan eksperimen? Bukankah itu artinya kita ini kelinci percobaan?” cuit akun @Suman**.
Bahkan ada yang menyayangkan keputusan pemerintah. “Negeri ini sial benar. Rakyatnya dijadikan objek eksperimen,” tulis akun @Reg**.
“Yakin semua rela jadi kelinci percobaan?” sindir akun @Zak*** di media sosial.
Meski begitu, para pakar menegaskan bahwa keterlibatan Indonesia dalam uji klinis vaksin global justru penting demi kepentingan kesehatan nasional. Mereka mengajak publik untuk lebih kritis menyaring informasi dan tidak terjebak dalam teori konspirasi yang tak berdasar.