Obrolan – Situs Gunung Padang, yang terletak di Kabupaten Cianjur, belakangan ini menjadi perbincangan hangat di media sosial X. Berdasarkan pantauan tren di platform tersebut, Gunung Padang telah disebutkan lebih dari 17 ribu kali dalam cuitan-cuitan pengguna.
Akun Twitter dengan nama @IndiaTales7 bahkan menyoroti situs ini sebagai salah satu dari 22 lokasi paling misterius di dunia, dengan menyebutnya sebagai “piramida tertua di dunia.” Narasi tersebut dipublikasikan pada Kamis, 13 Maret 2025, dan menarik perhatian banyak warganet.
Namun, meskipun Gunung Padang semakin banyak diperbincangkan, usia situs ini masih menjadi perdebatan sengit di kalangan ilmuwan.
Sejumlah peneliti berbeda pendapat tentang bentuk asli situs ini, apakah itu merupakan piramida kuno atau sebuah punden berundak yang disusun mengikuti kontur bukit.
Situs Gunung Padang pertama kali ditemukan oleh peneliti asal Belanda, Verbeek, pada tahun 1891, yang kemudian mempublikasikan temuannya dalam jurnal berjudul Verhandelingen van Het Bataviaasche Genootschap der Kunsten en Wetenschappen Deel XLVI.
Penelitian lanjutan dilakukan oleh arkeolog Belanda N. J. Krom pada tahun 1914, yang menyatakan bahwa situs tersebut kemungkinan besar digunakan sebagai tempat pemujaan arwah leluhur pada masa lampau.
Pada tahun 1979, penduduk setempat menemukan struktur dinding tinggi dan susunan bebatuan yang mencolok di atas bukit Gunung Padang.
Temuan ini kemudian dilaporkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Kementerian Kebudayaan), yang akhirnya memasukkan situs tersebut ke dalam peta arkeologi Indonesia.
Namun, popularitas Gunung Padang melonjak pada tahun 2011, ketika tim peneliti dari Yayasan Turangga Seta mengklaim adanya piramida di Jawa Barat, termasuk Gunung Padang.
Menariknya, klaim ini dilakukan berdasarkan petunjuk gaib atau wangsit dari leluhur, bukan metodologi ilmiah konvensional.
Penelitian lebih lanjut mengenai situs ini dilakukan oleh Tim Katastropik Purba pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kemudian berganti nama menjadi Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Gunung Padang.
Tim ini melibatkan ahli dari berbagai disiplin ilmu, termasuk arsitek, filolog, astronom, dan arkeolog. Di bawah pengarahan Danny Hilman Natawidjaja dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, kini BRIN), tim ini melakukan pengeboran di lokasi dan mengklaim menemukan berbagai artefak purba, termasuk batuan bersemen, kujang raksasa, koin logam kuno, dan bahkan indikasi adanya emas terkubur di bawah situs tersebut.
TTRM mengusulkan bahwa Gunung Padang berasal dari 13 ribu hingga 23 ribu tahun yang lalu, jauh lebih tua dibandingkan piramida di Mesir yang diperkirakan berusia sekitar 4.700 tahun. Temuan ini membuat Gunung Padang semakin disorot sebagai situs arkeologi yang luar biasa.
Namun, sebuah artikel yang diterbitkan pada 20 Oktober 2023 di jurnal Archaeological Prospection oleh Danny Hilman Natawidjaja dkk, yang membahas lebih lanjut tentang Gunung Padang, ditarik pada 18 Maret 2024.
Penerbit jurnal tersebut, Wiley, melakukan investigasi setelah artikel itu menuai banyak kritik dari ahli geofisika, arkeologi, dan teknik penanggalan radiokarbon.
Hasil investigasi menunjukkan adanya kesalahan besar dalam artikel tersebut, yang sebelumnya tidak terdeteksi dalam proses peer review atau kajian ilmiah oleh para ahli lain yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Kisah tentang Gunung Padang ini menunjukkan betapa situs ini menjadi pusat perhatian baik di kalangan masyarakat maupun ilmuwan, meski masih dipenuhi kontroversi dan perdebatan ilmiah.