Obrolan – Beauty privilege, atau keistimewaan kecantikan, adalah fenomena yang semakin diperhatikan dalam masyarakat modern.
Istilah ini merujuk pada keuntungan yang diperoleh individu yang dianggap menarik secara fisik dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk peluang karier, hubungan sosial, dan bahkan perlakuan hukum.
Dalam dunia yang sangat dipengaruhi oleh standar kecantikan yang kerap ditentukan oleh media, mereka yang memiliki penampilan menarik sering kali mendapatkan berbagai manfaat, sementara mereka yang dianggap kurang menarik cenderung diabaikan atau diperlakukan berbeda.
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang beauty privilege, dampaknya secara psikologis, dan bagaimana kita dapat menghadapinya untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.
Memahami Konsep Beauty Privilege
Beauty privilege merujuk pada bentuk bias kognitif yang memberikan keuntungan atau perlakuan istimewa kepada mereka yang dianggap menarik berdasarkan norma kecantikan sosial yang berlaku.
Dr. Saba Afzal, seorang psikiater bersertifikat, menjelaskan bahwa fenomena ini membawa dampak positif bagi individu yang menerima keistimewaan ini, tetapi pada saat yang sama juga menciptakan ketidakadilan bagi mereka yang tidak memenuhi standar kecantikan konvensional.
Seperti yang diungkapkan oleh Anne Poirier, seorang konselor dan pelatih self-talk bersertifikat, individu yang tidak termasuk dalam kategori “terlihat menarik” sering kali merasa tertekan untuk mengubah atau memperbaiki penampilan mereka agar diterima secara sosial.
Hal ini menyebabkan terjadinya siklus beauty privilege yang semakin sulit untuk dihentikan. Akibatnya, kita cenderung melupakan nilai-nilai personal yang lebih mendalam dan lebih penting daripada sekadar penampilan fisik semata.
Psikologi di Balik Beauty Privilege
Asumsi positif yang mendasari beauty privilege sering kali dikaitkan dengan efek halo, yaitu kecenderungan untuk menghubungkan satu atribut positif dari seseorang, seperti penampilan fisik yang menarik, dengan atribut positif lainnya, seperti kecerdasan atau kemampuan.
Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan wajah simetris dan proporsi tubuh yang dianggap ideal lebih sering dianggap menarik, sehat, dan bahkan cerdas.
Namun, beauty privilege memiliki sisi gelapnya. Bias ini dapat memperkuat stereotip negatif dan bahkan menyebabkan diskriminasi terhadap kelompok yang tidak memenuhi standar kecantikan.
Sebagai contoh, sejarah hukum “ugly laws” yang diterapkan di Amerika Serikat pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 melarang orang dengan disabilitas untuk tampil di depan umum, mencerminkan bagaimana standar kecantikan dapat mengarah pada pengabaian hak asasi manusia.
Dampak Beauty Privilege dalam Kehidupan Sehari-hari
Pengaruh beauty privilege terasa nyata dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu dalam dunia sosial, ekonomi, maupun hukum.
Secara sosial, individu yang dianggap menarik seringkali lebih mudah diterima dalam pertemanan, lebih sering diundang ke acara sosial, dan lebih sering terlibat dalam berbagai kegiatan.
Sebaliknya, mereka yang dianggap kurang menarik sering kali diperlakukan secara berbeda atau bahkan dianggap kurang layak oleh masyarakat.
Penelitian tahun 2022 mengungkapkan bahwa individu yang dianggap kurang menarik dapat mengalami stigma yang memperburuk hierarki sosial berdasarkan penampilan fisik.
Fenomena ini memperburuk ketidakadilan dalam interaksi sosial dan memengaruhi bagaimana orang diperlakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengaruh Emosional dan Psikologis
Bagi mereka yang mendapat keuntungan dari beauty privilege, umpan balik positif yang terus-menerus dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri.
Namun, ada sisi negatif dari fenomena ini, yaitu tekanan untuk terus mempertahankan penampilan fisik yang dianggap ideal.
Hal ini dapat menyebabkan kecemasan terkait penuaan atau perubahan fisik yang tidak sesuai dengan standar kecantikan yang ada.
Di sisi lain, individu yang tidak mendapat keistimewaan beauty privilege sering kali merasakan perasaan rendah diri dan merasa tidak cukup baik, karena mereka mendapatkan lebih sedikit pengakuan positif dari orang lain.
Kondisi ini sering kali menyebabkan mereka terjebak dalam perbandingan diri yang konstan dengan orang lain, yang dapat merusak citra diri mereka dan berkontribusi pada gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan atau gangguan makan.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penampilan fisik dapat memengaruhi peluang dalam dunia kerja.
Orang yang dianggap lebih menarik lebih cenderung dipanggil untuk wawancara kerja, lebih cepat mendapatkan pekerjaan, dipromosikan, dan bahkan mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang dianggap kurang menarik.
Di dunia hukum, tampaknya orang yang lebih menarik juga cenderung tidak dihukum seberat mereka yang kurang menarik, bahkan jika mereka terlibat dalam kasus yang sama.
Mengatasi Beauty Privilege
Untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil, sangat penting bagi kita untuk menyadari keberadaan beauty privilege dan dampaknya.
Salah satu langkah pertama yang perlu diambil adalah mengedukasi diri sendiri tentang pengalaman orang-orang yang kurang beruntung, serta berupaya untuk menciptakan ruang sosial yang lebih terbuka dan inklusif.
Ada beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi dampak dari beauty privilege, antara lain:
- Merangkul netralitas tubuh: Fokus pada fungsi tubuh daripada penampilan fisik dapat membantu mengurangi tekanan untuk selalu tampil sempurna.
- Praktik penerimaan diri: Mengingat bahwa nilai diri tidak hanya ditentukan oleh penampilan fisik, tetapi juga oleh kemampuan, kepribadian, dan kualitas unik yang dimiliki setiap individu.
- Kelilingi diri dengan orang-orang positif: Temukan dukungan dari orang-orang yang menghargai Anda apa adanya, tanpa menilai dari penampilan fisik semata.
- Periksa bias diri sendiri: Luangkan waktu untuk merefleksikan bias yang mungkin Anda miliki dan bagaimana hal tersebut memengaruhi tindakan atau penilaian Anda terhadap orang lain.
- Tantang norma kecantikan yang sempit: Berani berbicara ketika melihat diskriminasi berdasarkan penampilan fisik dan dorong teman-teman serta keluarga untuk lebih menghargai keindahan dalam keberagaman.
Kesimpulan
Beauty privilege adalah fenomena yang memiliki dampak luas dalam masyarakat modern, mulai dari aspek sosial hingga profesional.
Meskipun memberikan keuntungan bagi sebagian orang, penting untuk menyadari dampak negatif yang ditimbulkannya bagi mereka yang tidak memenuhi standar kecantikan.
Dengan lebih memahami fenomena ini dan berupaya untuk mengatasi bias yang ada, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif, di mana nilai dan kemampuan seseorang dihargai terlepas dari penampilan fisiknya.
Kecantikan itu relatif dan beragam, dan tidak seharusnya menjadi satu-satunya penentu keberhasilan atau nilai seseorang.
Sumber: merdeka.com