Apa Hukum Bisnis Jasa Penukaran Uang Baru dalam Islam? Ini Kata Buya Yahya

Avatar photo
Jasa Penukaran Uang Baru Pinggir Jalan
Jasa Penukaran Uang Baru Pinggir Jalan. Foto: suara.com

Obrolan.id – Menjelang Lebaran Idul Fitri 2025, tradisi penukaran uang baru semakin marak, khususnya untuk kebutuhan memberi amplop kepada anak-anak dan sanak saudara.

Masyarakat banyak memanfaatkan jasa penukaran uang baru yang menyediakan pecahan seratus ribu hingga dua ribu rupiah.

Namun, muncul pertanyaan penting mengenai apakah praktik ini dibolehkan dalam Islam, terutama terkait dengan adanya biaya atau selisih nominal dalam transaksi tersebut.

Jasa penukaran uang baru ini biasanya lebih praktis dan cepat dibandingkan menukarnya di bank, sehingga banyak ditemukan di pinggir jalan dan pusat perbelanjaan.

Meski begitu, sejumlah penyedia jasa penukaran uang baru menambahkan selisih harga dalam transaksi tersebut.

Misalnya, jika seseorang menukarkan uang Rp 1.000.000, ia hanya menerima uang baru senilai Rp 900.000, dengan selisih Rp 100.000 yang dianggap sebagai biaya jasa.

Namun, Buya Yahya, seorang ulama terkemuka, menegaskan bahwa praktik bisnis jasa penukaran uang baru seperti ini tergolong riba.

“Jika dalam serah terima uang lama Rp 1 juta dan kemudian diberi uang baru Rp 900.000, maka ada selisih, yang ini termasuk riba. Riba dalam tukar uang lama dengan uang baru dan ada selisih nominal adalah dosa di hadapan Allah,” ujar Buya Yahya dalam video di YouTube Al-Bahjah TV.

Walaupun seseorang rela menerima perbedaan nominal tersebut, Buya Yahya menegaskan bahwa jasa penukaran uang baru tetap dianggap riba. “Meskipun ia rela, urusannya tetap riba,” tegasnya.

Bagaimana Cara Agar Bisnis Tukar Uang Tetap Halal?

Lalu, bagaimana cara agar bisnis jasa penukaran uang baru tetap halal? Menurut Buya Yahya, transaksi harus dilakukan dengan memisahkan antara penukaran uang dan biaya jasa.

“Ini uang satu juta, tolong tukar dengan satu juta. Setelah itu baru kita berbicara tentang uang jasa,” jelasnya. Dengan cara ini, akad transaksi jelas terpisah, dan tidak ada unsur riba dalam penukaran uang tersebut.

“Penukaran uangnya dilakukan satu juta ditukar satu juta, dan setelah itu baru dikomunikasikan mengenai biaya jasa,” lanjut Buya Yahya.

Dengan demikian, transaksi menjadi halal dan sesuai syariat, karena biaya jasa disepakati dalam akad yang terpisah.

Hati-Hati Terjerumus Riba!

Jasa penukaran uang memang memberikan kemudahan bagi umat Islam, terutama menjelang Lebaran. Namun, jika tidak dilakukan dengan cara yang benar, bisa saja kita terjerumus dalam praktik riba yang diharamkan dalam Islam.

Buya Yahya mengingatkan agar umat Islam berhati-hati dalam menjalankan transaksi, meskipun niat awalnya baik.

“Banyak amal baik yang tanpa disadari justru masuk dalam wilayah maksiat. Meskipun niatnya baik, seperti memberi uang baru ke anak kecil, tetapi caranya dengan riba, itu bisa membawa dosa,” ungkapnya.

Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami hukum transaksi dalam Islam agar tidak terjerumus dalam riba, yang dapat mengurangi keberkahan dalam hidup.

Jika ingin menukarkan uang baru, pastikan akadnya sesuai dengan syariat agar mendapatkan keberkahan di hari raya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi. Bila ingin mengutip silahkan menggunakan link aktif mengarah pada domain Obrolan.id.